The Karawang Post - Karawang | Polemik pengadaan puluhan kontainer di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) terus menjadi sorotan publik. Perbedaan keterangan terkait anggaran antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Humas Unsika menambah kerumitan persoalan ini.
PPK Unsika, Indra Budiman, mengungkapkan bahwa anggaran pengadaan kontainer mencapai Rp 6,4 miliar. Namun, Humas Unsika, Anna Rosmalina, sebelumnya menyatakan bahwa anggaran tersebut hanya sebesar Rp 5 miliar. Perbedaan ini memicu kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk alumni Unsika.
Ketua Peradi Kabupaten Karawang, Asep Agustian, SH, MH, yang juga merupakan alumni Unsika, menilai perbedaan informasi tersebut menunjukkan kecerobohan dalam pengelolaan kampus.
“Ini jelas menunjukkan ketidakprofesionalan. Saat konferensi pers, satu pihak bilang Rp 5 miliar, pihak lain menyebut Rp 6,4 miliar. Publik wajar bertanya-tanya. Ini memalukan, apalagi untuk institusi pendidikan,” ujar Asep, Kamis (19/12/2024).
Kritik Penggunaan Kontainer Sebagai Ruang Kelas
Asep juga mengkritik penggunaan kontainer sebagai ruang kelas. Menurutnya, peti kemas tidak cocok untuk dunia pendidikan.
“Peti kemas itu untuk ekspor atau impor barang mati, bukan untuk ruang belajar mahasiswa. Jika penggunaannya hanya sementara, setelah selesai akan dikemanakan? Apakah akan dijual kiloan? Ini tidak efisien, anggaran sebesar itu pasti menyusut nilainya,” tegasnya.
Asep mempertanyakan asal-muasal dana pengadaan kontainer tersebut. Ia mendesak transparansi, apakah dana tersebut berasal dari hibah, CSR, atau anggaran lain, termasuk uang kuliah mahasiswa.
“Kalau dana ini dari pemerintah atau BUMN, bisa masuk ranah tindak pidana korupsi. Kalau dari swasta, ada potensi pidana umum. Penyelenggara seharusnya memahami tanggung jawab mereka dalam mengelola uang negara,” ujarnya.
Dugaan Cashback dan Penyalahgunaan Wewenang
Asep juga mencurigai adanya potensi keuntungan pribadi dalam proyek ini. Ia menyebut kemungkinan adanya cashback atau komisi dari nilai proyek yang mencapai miliaran rupiah.
“Kalau nilai proyek Rp 6,4 miliar, ambil saja 5 persen, itu sudah ratusan juta. Siapa yang menikmati uang itu? Apakah penyelenggara berpikir ke arah sana? Ini memalukan,” katanya.
Desakan kepada Aparat Penegak Hukum (APH)
Asep mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk serius menyelidiki kasus ini. Ia menilai, jika tidak ada tindakan, publik akan mempertanyakan integritas APH.
“Tolong APH bertindak tegas. Jika ada penyimpangan, usut tuntas dan adili pihak-pihak yang bertanggung jawab. Jangan biarkan Unsika terus jadi sorotan buruk seperti ini,” tegasnya.
Asep berharap persoalan ini segera diselesaikan agar nama baik Unsika dan dunia pendidikan tidak terus tercoreng. Ia juga mengingatkan pentingnya profesionalisme dan transparansi dalam pengelolaan institusi pendidikan.
• Red
0 Komentar