Politik Tanpa Fakta Hukum, Ancaman Bagi Demokrasi Sehat di Pilkada Karawang


Oleh: Bella Febriani Fobia, SH

Setelah pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Karawang resmi mendaftarkan diri ke KPUD Karawang, tahap penomoran paslon pun segera dimulai. Pesta demokrasi ini menjadi momen penting bagi rakyat Karawang untuk memilih pemimpin mereka, apakah akan mempercayakan kembali petahana atau memberikan kesempatan pada wajah baru. Di tengah pesta demokrasi ini, rakyat mengharapkan adanya pertarungan gagasan yang sehat dan membangun.

Namun, baru-baru ini muncul berita yang mengejutkan. Di salah satu portal berita online, diberitakan bahwa ada seseorang yang mendatangi KPUD Karawang melalui sebuah lembaga bantuan hukum, berharap agar salah satu paslon pilkada didiskualifikasi. Sayangnya, isu ini tak didasari oleh fakta hukum yang jelas. 

Lebih mengkhawatirkan lagi, lembaga yang seharusnya diisi oleh praktisi hukum malah terkesan melakukan manuver politik. Tuduhan korupsi pun diangkat, terkesan menggiring opini publik tanpa bukti yang sahih.

Kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan tindakan hukum yang memiliki dasar hukum yang jelas. Dalam negara hukum seperti Indonesia, setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, sesuai prinsip 'equality before the law'. Bahkan, Presiden Jokowi pun baru-baru ini menegaskan hal ini ketika merespons tuduhan gratifikasi terhadap putranya, Kaesang.

Dalam penegakan hukum, asas praduga tidak bersalah harus selalu dijunjung tinggi. Ini berarti bahwa seseorang dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). 

Sejauh ini, publik Karawang tidak pernah mendengar bahwa ada salah satu paslon yang berstatus sebagai terpidana. KPUD Karawang telah menetapkan dua paslon Bupati dan Wakil Bupati yang akan bersaing pada Pilkada 27 November 2024 mendatang.

Sebagai masyarakat yang cerdas, kita harus memahami bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjamin hak asasi setiap warganya, termasuk hak untuk memilih dan dipilih. Hal ini diatur dalam UUD 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang mengatur tentang hak asasi manusia dan proses peradilan yang adil.

Lebih jauh lagi, MPR melalui Ketetapan No XI/MPR/1998 menegaskan bahwa upaya pemberantasan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun. Namun, upaya ini harus tetap menghormati asas praduga tidak bersalah dan menjamin hak asasi manusia.

KPUD Karawang tentunya sudah memiliki pengetahuan yang cukup untuk membedakan antara manuver politik yang berisi opini tendensius dan politis, dengan fakta administratif yang dapat diverifikasi kebenarannya. Oleh karena itu, KPUD harus mampu menanggapi opini-opini yang berpotensi menyesatkan publik.

Berdasarkan UU No. 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah, syarat pencalonan sangat jelas. Salah satunya, calon tidak boleh pernah berstatus sebagai terpidana, kecuali jika secara terbuka mengakui status tersebut dan telah memperoleh pengampunan hukum. Jika persyaratan ini telah dipenuhi, tidak ada alasan bagi KPUD untuk menolak pendaftaran para bakal calon.

Penulis berharap agar Pilkada Karawang berjalan dengan aman, damai, tanpa adanya penggiringan opini yang menyesatkan dan kampanye hitam. Dalam artikel ini, penulis tidak bermaksud untuk membela atau meluruskan tuduhan terhadap salah satu paslon, tetapi lebih mengajak masyarakat Karawang untuk fokus pada politik gagasan.

Masyarakat seharusnya disuguhkan dengan visi dan misi para calon yang dapat membangun Karawang ke arah yang lebih baik. Karawang membutuhkan gagasan-gagasan besar yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan martabat warganya. Mari kita bersama-sama membangun Karawang yang lebih sejahtera dengan politik yang sehat dan penuh gagasan.

Penulis adalah Praktisi Hukum Muda Karawang.

0 Komentar

© Copyright 2022 - THE KARAWANG POST