Miris, Keluarga di Karawang Tinggal di Rumah Hampir Roboh, Harapkan Bantuan di Tengah Keterbatasan



The Karawang Post - Karawang |  Di tengah pesatnya pembangunan di berbagai daerah, masih ada warga yang hidup dalam kondisi sangat memprihatinkan. Salah satunya adalah Warlih, warga Dusun Semplek RT 023/05 Desa Sampalan, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang. Warlih bersama keluarganya tinggal di rumah yang jauh dari kata layak huni.

Pantauan di lapangan, rumah yang ditempati Warlih terbuat dari bilik bambu dengan lantai tanah. Beberapa bagian rumah sudah doyong dan nyaris roboh, sementara atapnya yang lapuk sering bocor ketika hujan turun. Dinding-dinding bambu yang menjadi pelindung rumah pun sebagian besar sudah berlubang, nyaris tak ada sisi yang sempurna.

“Harus bagaimana lagi, Pak? Saya sudah harus terima kondisi ini, meskipun saya juga khawatir dan takut. Kalau hujan deras disertai angin, ketakutan saya makin besar, karena kayu-kayunya banyak yang sudah keropos. Jujur, saya takut rumah ini ambruk, tapi apa boleh buat?” ungkap Warlih dengan nada pilu, matanya berkaca-kaca menahan emosi.

Ia mengisahkan betapa cemasnya saat hujan turun, terutama di malam hari. 

“Kasihan melihat istri dan anak-anak. Kalau hujan deras di malam hari, saya sering terjaga semalaman karena takut rumah ambruk. Kalau siang hujannya deras, kami terpaksa menumpang di rumah tetangga karena khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan,” tambahnya.

Warlih hanya bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu. Kondisi ekonomi inilah yang membuatnya kesulitan untuk memperbaiki rumah.

 “Mudah-mudahan ada yang bisa membantu,” harapnya.

Tetangga sekaligus saudara Warlih, Yati, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi rumah Warlih yang sangat memprihatinkan dan rentan roboh. 

“Saya prihatin melihat rumah Pak Warlih. Sudah banyak bagian yang bocor dan doyong. Miris rasanya, takut kalau malam roboh dan menimpa mereka yang sedang tidur,” tutur Yati kepada media, Senin (16/9/2024).

Menurut Yati, rumah Warlih belum mendapatkan bantuan dari pemerintah, salah satunya karena belum memiliki sertifikat atas nama sendiri.

 “Katanya, sertifikat masih atas nama orangtuanya, jadi nggak bisa dibangun. Sedangkan untuk mengurus ganti nama sertifikat, Pak Warlih nggak mampu, karena pekerjaan dia cuma serabutan. Kadang sedih melihatnya,” ujarnya dengan nada sedih.

“Mudah-mudahan ada pihak yang bisa membantu Pak Warlih dan keluarganya. Kasihan mereka,” pungkas Yati dengan penuh harap. 

Situasi seperti yang dialami Warlih menuntut perhatian lebih dari pemerintah dan pihak terkait, agar warga yang hidup dalam keterbatasan seperti ini bisa mendapatkan bantuan yang layak.



Reporter : Kojek 

0 Komentar

© Copyright 2022 - THE KARAWANG POST